Alex Li Trisoglio
Minggu 1: Perkenalan atas Sudut Pandang dari Jalan Tengah
Minggu Ke 1: Perkenalan atas Sudut Pandang dari Jalan Tengah
Alex Li Trisoglio, 7 Juni 2017
Diterjemahkan oleh Medya Silvita Lie
Perkenalan
Selamat datang di “Pengenalan ke Jalan Tengah”, baik untuk Anda semua di saat ini dan kelompok yang jauh lebih besar yang akan mendengarkan rekaman. Saya ingin memulai dengan berterima kasih kepada Anda semua untuk bergabung dan berkomentar bahwa hal ini sangatlah berharga bahwa ada banyak dari kita yang tertarik dengan ajaran-ajaran ini. Lebih dari 1.450 orang mendaftar dari 54 kebangsaan yang berbeda, dan saya berpikir bahwa ini adalah malam musim panas yang indah dan, seperti yang sering dikatakan Rinpoche, ada banyak hal lain yang dapat kita lakukan dengan waktu kita, namun kita di sini mendengarkan hal yang sangat kering ini, pengajaran akademis. Dan terlebih lagi bagi Anda yang berada di belahan dunia lain yang mendengarkan di pagi hari atau tengah malam. Jadi saya hanya ingin mengucapkan terima kasih, dan saya menganggapnya sebagai keberuntungan bahwa Anda semua ada di sini.
Hanya beberapa catatan administrasi: adalah memungkinkan untuk mengetikkan pertanyaan, seperti yang beberapa dari Anda sudah melakukannya, tapi karena Anda banyak, saya tidak yakin berapa banyak yang akan bisa saya jawab selama webinar ini. Tapi jangan ragu untuk bertanya di sini, atau bahkan lebih baik bertanya di situs web khusus program ini. Dan itulah hal kedua. Situs web, yaitu madhyamaka.com, akan menjadi alat komunikasi utama kita untuk delapan minggu ke depan. Jadi lihatlah, saya mendorong Anda semua, jika Anda belum melihat, saya akan menaruh rekaman, unduhan, banyak bacaan, dan juga akan ada kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan kita akan memiliki kelompok diskusi. Jadi silahkan di gunakan. Dan mohon berikan saya umpan balik: mohon beritahu saya apa yang baik dan apa yang tidak berlaku, apa lagi yang ingin Anda lihat.
Saya harus mengatakan alasan saya ada di sini, jika ada yang bisa saya tawarkan, itu karena Dzongsar Khyentse Rinpoche. Jadi saya ingin memulai dengan mengucapkan terima kasih kepada Rinpoche karena telah membuat kesempatan ini tersedia dan karena telah mengajarkan saya ajaran-ajaran ini tiga kali. Saya telah menerima ini dari beliau dalam tiga siklus empat-tahunan di Perancis, San Francisco dan Australia, jadi jika saya tahu dan mampu menyampaikan sesuatu kepada Anda, itu karena beliau. Jadi terima kasih, Rinpoche. Dan agak canggung untuk bersujud kepada guru saya ketika saya terhubung ke alat rekam-suara ini, tapi jika Anda dapat memvisualisasikan saya melakukannya, saya akan memvisualisasikan diri saya melakukannya.
Saya juga ingin mempersembahkan penghormatan pada ajaran itu sendiri, Madhyamakavatara. Ini adalah ajaran yang menakjubkan tentang pandangan Madhyamaka, salah satu ajaran Mahayana yang terbesar, dan jujur saja kita memiliki sedikit waktu untuk meneliti teks yang sangat besar ini. Rinpoche mengajarkannya selama empat tahun, dan beliau bahkan mengatakan bahwa itupun sangat terburu-buru melewatinya dibandingkan dengan kecepatan pengajaran yang di Shedras. Pada saat yang sama saya mengakui bahwa hal ini adalah yang mendasar. Ini sangatlah penting. Dan tidak semua dari kita memiliki waktu untuk mengambil empat tahun untuk mempelajari ini. Jadi saya sangat ingin menawarkan sesuatu yang inti dan mudah-mudahan dapat diakses, dan jika ada ketertarikan, kita juga bisa masuk lebih dalam ke bagian Tanya & Jawab di situs web dan kemudian melanjutkan studi yang lebih mendalam lagi.
Terima kasih juga kepada Anda yang sudah mengisi survei. Mungkin tidak mengejutkan, salah satu hal utama yang banyak Anda rasakan adalah Madhyamaka bisa sangat sulit (dipahami), sangat akademis, sangat tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Yang bisa jadi mengganggu kita, saat kita mendengar bahwa itu adalah dasar dari jalan dan praktik kita, namun jika itu adalah sesuatu yang tampak terlalu jauh atau terlalu sulit, bagaimana bisa kita mempraktikkannya? Jadi saya sangat ingin menawarkan sesuatu yang mudah diakses, praktis, dan relevan. Jadi kita akan melaluinya, selama minggu-minggu pertengahan dari program ini, teks, logika, dan argumennya. Tapi pada dua minggu terakhir akan lebih fokus pada praktik dan bagaimana menerapkan ajaran ini dalam kehidupan sehari-hari.
Sekarang mudah-mudahan hal ini bisa diakses dan praktis, tapi saya tidak yakin hal itu sekalipun akan mudah. Dan bukan hanya karena ajarannya sendiri yang sulit. Ini lebih pada, seperti yang sering dikatakan Rinpoche, bahwa hal ini (ajaran) melawan kebiasaan kita. Kita memiliki kebiasaan mendalam yang melekat pada diri dan fenomena di sekitar kita. Jadi ketika kita mempelajari ajaran-ajaran ini, yang mengatakan bahwa semua fenomena dan diri itu sendiri tidak memiliki realitas substansial, hal itu akan lebih sulit untuk diterima.
Pemahaman rasional
Rinpoche sering menceritakan tentang seorang anak bermain di pantai berpasir, membangun istana pasir. Anak itu benar-benar terlibat dalam membangun istana pasir yang indah ini, dan kemudian air pasang mulai masuk. Dan anak itu menjadi semakin kesal karena air mulai mengikis dan kemudian benar-benar menghancurkan istana pasirnya. Sekarang tentu saja jika kita adalah orang tua dari anak itu, kita mungkin melihat keseluruhan situasi dengan sangat berbeda. Kita bisa melihatnya sebagai hari yang indah di pantai tempat kita bisa membangun istana pasir bersama anak kita, mengetahui dan menikmati saat ini, dan mengetahui dengan baik bahwa hal itu akan berlalu, bahwa hal itu tidak kekal. Tapi untuk anak itu, hal tersebut bukanlah pengalamannya. Demikian juga, Rinpoche mengatakan, mungkin di kemudian hari dalam hidup kita, ketika kita menjadi remaja, kita menyukai skateboard. Jadi pada tahap itu, yang menarik adalah bahwa kita telah meninggalkan ketertarikan kita pada istana pasir, dan sekarang yang penting adalah skateboard. Dan kemudian ketika kita menjadi dewasa, dan kita berbicara tentang rumah kita, karier kita. Kemudian hari nanti kita menjadi lebih dekat dengan masa pensiun, dan Rinpoche mengatakan bahwa kita akan mulai khawatir dengan renda taplak meja dan shaker garam – kedengarannya seperti rumah pedesaan Inggris bagi saya!
Intinya adalah bahwa renunsiasi (pelepasan) itu sebagiannya setidaknya adalah alami – ada jenis atau tingkat pelepasan tertentu yang terjadi secara alami seperti kita bertambah tua, sepanjang menjalani hidup kita. Dan kita bisa melihat ke belakang pada tahun-tahun sebelumnya dan kita bisa mengenang semua hal yang merupakan keterikatan masa kanak-kanak kita dan menyadari bagaimana kita begitu terjebak pada saat itu, tapi bagi kita yang sekarang ini sama sekali tidak berpengaruh. Kita bisa melihat ketanpa-substansiannya. Kita bisa melihat ketidakkekalannya. Kita dapat melihat bahwa istana pasir yang sedang kita bangun tidak memiliki substansinya sendiri atau kenyataan sejati. Kita tidak terikat padanya. Dan ini, saya katakan, mungkin cara berpikir yang rasional mengenai cara memandang. Kita mengetahui pada beberapa tingkatan rasional bahwa diri sebenarnya tidaklah ada. Dan pada momen yang menyedihkan, kita dapat melihat emosi kita dan mengatur reaksi kita, namun bagi sebagian besar kita, dari waktu ke waktu kita masih akan kesal. Sama seperti anak yang kesal saat sandcastle hilang, jika kita kehilangan sesuatu yang penting bagi kita atau menghancurkan sesuatu yang penting bagi kita, kita masih bisa menjadi kesal. Jadi meskipun hal itu mungkin rasional, tidak berarti hal itu mudah untuk di praktikkan.
Pemahaman melampaui-rasional
Tapi apa yang akan kita lihat di sini adalah sesuatu yang lebih dari itu: ini adalah pandangan nondualitas. Ini melampaui apa yang hanya rasional ke sesuatu yang lebih paradoks, mungkin sedikit asing. Saya ingin memberi Anda beberapa kutipan untuk membantu.
Pertama dari Sutra Hati:
Bentuk adalah kekosongan; Kekosongan juga merupakan bentuk. Kekosongan tidak lain adalah bentuk; Bentuk tidak lain adalah kekosongan. Dengan cara yang sama, perasaan, persepsi, formasi, dan kesadaran adalah kekosongan. Jadi, Shāripūtra, semua dharma adalah kekosongan. Tidak ada karakteristik. Tidak ada kelahiran dan tidak ada penghentian. Tidak ada ketidak-murnian dan tidak ada kemurnian. Tidak ada penurunan dan tidak ada kenaikan.
Bila Anda mendengarnya, Anda mungkin berpikir “Itu agak aneh. Apa artinya mengatakan bahwa tidak ada ketidak-murnian dan kemurnian? Tidak ada kelahiran, tidak ada penghentian? “Itu sama sekali tidak sesuai dengan pengalaman kita sehari-hari.
Sekarang contoh lain, sebuah cerita dari Mumonkan (無門関, The Gateless Gate), yang merupakan kumpulan cerita Zen. Yang satu ini disebut Staf Pendek Shuzan:
Shuzan mengulurkan tongkatnya yang pendek dan berkata: “Jika Anda menyebut ini sebagai staf pendek, Anda menentang kenyataan itu.Jika Anda tidak menyebutnya sebagai staf pendek, Anda mengabaikannya. Sekarang, dengan apa yang ingin Anda panggil (benda) ini?”
Contoh terakhir adalah dari Sutra Vajracchedika (Sutra Intan), dari bagian 21:
Subhūti, jangan berpikir bahwa Sang Tathagata memegang pemikiran ‘Saya memiliki sesuatu untuk diajarkan.’ Jangan pernah memikirkan hal seperti itu. Mengapa tidak? Siapa pun yang mengatakan bahwa Sang Tathagata memiliki Dharma untuk di ajarkan telah memfitnah Buddha, karena orang itu tidak mengerti ajaran Saya. Subhūti, dalam mengajarkan Dharma tidak ada Dharma yang di ajarkan. Inilah yang disebut mengajar Dharma.
Jadi bagaimana kita bisa memahami hal-hal ini? Sepertinya paradoks, omong kosong, mungkin irasionalitas. Namun entah kenapa ada resonansi. Kita tahu mereka mendapatkan sesuatu yang penting. Namun mungkin mudah untuk menganggap itu hanyalah puitis atau ungkapan. Tapi saya harap pada akhir minggu kedelapan kita, Anda akan bisa mengerti apa yang sebenarnya terjadi dalam kutipan-kutipan ini, dan melihat bahwa sebenarnya ada sesuatu yang lebih di sana.
Cara Mempelajari Madhyamaka
Ini ada cerita lain, juga dari tradisi Zen. Ini disebut Secangkir Teh, dan banyak dari Anda mungkin tahu yang ini:Nan-in, [seorang guru Zen Jepang selama era Meiji (1868-1912)], menerima seorang profesor universitas yang datang untuk menanyakan tentang Zen.
Nan-in menyajikan teh.
Dia menuang (teh) di cangkir (untuk) pengunjungnya hingga penuh, dan tetap menuangnya terus.
Sang profesor melihat luapan itu sampai dia tidak lagi menahan diri. “Ini terlalu banyak. Tidak ada lagi yang dapat masuk!”
”Seperti cawan ini,” kata Nan-in, “Anda penuh dengan pendapat dan spekulasi Anda sendiri. Bagaimana saya bisa menunjukkan Zen kepada Anda kecuali Anda mengosongkan cangkir Anda terlebih dahulu?”
Jadi inilah pikiran pemula yang terkenal itu. Dan tentu saja ini adalah aspirasi kita saat mempelajari Madhyamaka untuk menghadapinya dengan pikiran yang sama. Sekarang seperti yang saya sebutkan sebelumnya, hal ini sulit karena akan menantang pandangan kita. Dan kita akan menyadari bahwa walaupun kita mungkin bukan profesor universitas, cangkir kita sudah penuh terutama bila menyangkut pandangan atas diri. Jadi satu hal yang saya benar-benar akan mendorong Anda selama beberapa minggu ke depan, ketika Anda terlibat dalam rangkaian ajaran ini adalah untuk benar-benar memperhatikan kapan Anda merasa tertantang? Kapan Anda merasa tidak setuju sama sekali? Kapan Anda menemukannya memprovokasi Anda? Atau bahkan mungkin saat Anda merasa bosan atau lelah, dan Anda sekedar tidak bisa terlibat? Karena seperti yang dikatakan Freud, bahkan kebosanan bisa menjadi tanda bahwa Anda bersikap defensif terhadap sesuatu.
Lebih umum lagi, motivasi macam apa yang harus kita bawa saat kita mendengarkan ajaran-ajaran ini? Ya, kita harus mulai idealnya dengan secangkir kosong. Tapi dalam tradisi, misalnya dalam The Words of My Perfect Teacher, kita berbicara tentang tiga tingkat motivasi yang berbeda. Yang terendah adalah jika kita terlibat dalam ajaran hanya karena takut akan penderitaan atau menginginkan kebahagiaan. Tingkat menengah adalah mencari nirwana untuk diri kita sendiri. Dan aspirasi tertinggi adalah mencari pencerahan sempurna untuk semua makhluk. Jadi, saya ingin mendorong Anda untuk mendengarkan dengan motivasi tertinggi jika Anda mampu, meskipun hanya sebatas intelektual pada tahap ini. Paling tidak, saya akan mendorong Anda untuk tidak mendekati ajaran ini dengan pola pikir akademis yang sempit. Seperti yang sering dikatakan Rinpoche, ini bukanlah untuk menulis PhD (gelar doktoral). Ini bukan untuk supaya bisa berdebat atau berargumen dengan lebih baik. Ini adalah agar kita bisa menerapkan pandangan dalam praktik kita sendiri dan di jalan kita sendiri. Dan juga seperti yang dikatakan Rinpoche, kita akan menghadapi banyak argumen yang berbeda dan banyak lawan yang berbeda dari sekolah filsafat Buddhis dan non-Buddhis, dan sementara sekolah-sekolah ini berusia sekitar ratusan atau ribuan tahun yang lalu dan kita mungkin berpikir mereka mewakili sesuatu yang kuno dan bahkan tidak relevan bagi kita, seperti yang dikatakan Rinpoche cobalah sebagai gantinya untuk terlibat dengan mereka seolah-olah apa yang mereka katakan adalah pola pikir yang dapat Anda temukan hidup dan ada dalam pikiran Anda sendiri. Mulai perhatikan bagaimana terkadang Anda akan mengadopsi pandangan yang terdengar sangat mengerikan seperti beberapa lawan kita. Karena jika Anda bisa menerapkannya dalam kehidupan Anda sendiri, bagi diri Anda sendiri, mungkin akan ada sesuatu yang lebih membahayakan bagi Anda. Hal itu akan membantu.
Menyadari Pandangan
Satu hal lain yang mungkin Anda perhatikan jika Anda melihat ikhtisar program di situs web adalah bahwa kita selama delapan minggu, saya telah menggunakan gambar dari Ten Bulls (十 牛, Ten Ox-Herding Pictures), yang aslinya juga berasal dari Tradisi Zen. Dan saya menyukai mereka bukan hanya untuk gambar dan puisi, sebenarnya saya memiliki hubungan yang sangat pribadi dengan mereka karena sebelum bertemu dengan Rinpoche, bahkan sebelum bertemu dengan guru Dharma yang masih hidup, hal itu adalah salah satu hal pertama yang saya baca sebagai seorang remaja dan karenanya memiliki tempat khusus di hati saya sendiri. Saya pikir itu menanam benih disana yang membawa saya ke Dharma. Dan gambar penggembala kesepuluh berakhir sangat indah dengan orang bijak di pasar, yang kurang lebih juga di mana kita akan berakhir – mengambil pandangan kita dan melihat bagaimana kita dapat menerapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari, dalam pekerjaan kita dan di dalam hubungan kita.
Tapi bagaimana ceritanya dimulai? Saya ingin membacakan yang pertama dari sepuluh puisi oleh Kuòān Shīyuǎn (dikenal sebagai Kakuan dalam bahasa Jepang). Yang satu ini disebut The Search for the Bull:
1. Pencarian untuk Banteng
Di padang rumput dunia ini, saya tanpa henti menyingkirkan rumput tinggi untuk mencari banteng. Mengikuti sungai yang tidak disebutkan namanya, tersesat di jalur pegunungan yang memukau, Kekuatanku mulai runtuh dan vitalitasku habis, aku tidak dapat menemukan banteng itu. Saya hanya mendengar belatung yang berkicau menembus hutan di malam hari.
Dan jika Anda tahu ini, Anda akan tahu Kuòān Shīyuǎn juga menulis sebuah komentar pada setiap puisi:
Komentar: Banteng tidak pernah hilang. Apa yang dibutuhkan untuk mencari? Hanya karena pemisahan dari sifat sejati saya, saya gagal menemukannya. Dalam kebingungan indera saya kehilangan jejaknya. Jauh dari rumah, saya melihat banyak persimpangan jalan, tapi jalan mana yang paling tepat itulah yang saya tidak tahu. Keserakahan dan ketakutan, baik dan buruk, menjerat saya.
Itu mungkin pengalaman yang sangat akrab bagi banyak dari kita. Begitulah perjuangan samsara. Kita mencari kebenaran, sifat sejati atau tujuan hidup kita, mencoba memahami apa yang mendorong kita untuk melakukan semua yang kita lakukan dan membuat kita terikat dalam samsara? Dan apa yang harus kita sadari untuk menemukan pembebasan bagi diri kita dan untuk semua orang lain? Seluruh pertanyaan tentang apa artinya dan bagaimana kita menemukan kebenaran, inilah yang membawa kita ke keseluruhan topik dari filsafat (filosofi).
Filosofi / Filsafat
Saya ingin mengatakan beberapa kata tentang filsafat secara umum sebelum kita berbicara tentang filsafat dalam tradisi Buddhis, karena banyak dari apa yang tercakup dalam Madhyamaka adalah pertanyaan tentang “Apa itu benar? Apa itu realita?”. Dan kemudian tentu saja menerapkannya pada “Bagaimana seharusnya kita hidup?” Di sini pemahamannya adalah jika Anda mencoba mengikuti cara hidup yang didasarkan pada sesuatu yang tidak benar atau tidak nyata, pada akhirnya Anda akan mendapati diri Anda di dalam masalah. Bagi Anda yang membaca tulisan sebelum-membaca George Orwell, dia membuat poin mengenai hal itu dengan sangat indah.
Di dalam filsafat , pemahaman mengenai apa itu kebenaran disebut epistemologi: studi tentang pengetahuan, pembenaran, rasionalitas atas kepercayaan. Dan tradisi pengetahuan Barat dan Budha agak berbeda, dan dalam filsafat India dan Budha, tradisi ini disebut pramana, yang berarti kognisi yang valid (pengenalan yang sesuai). Kita akan membahasnya lebih dalam saat kita melalui beberapa perdebatan. Dan tentu saja memahami beberapa ahli epistemologi Buddhis yang hebat seperti Dignaga dan Dharmakirti, apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka di interpretasi oleh para komentator (masa) berikutnya? Beberapa dari interpretasi epistemologi dasar ini, yang sebenarnya menyebabkan banyak perbedaan antara sekolah Madhyamaka di India, tempat di mana Prasangika dan Svatantrika terbagi, dan kemudian saat Madhyamaka pergi ke Tibet, dengan empat sekolah mengambil posisi yang berbeda atas bagaimana cara Dharmakirti menafsirkan misalnya.
Jadi ada elemen sejarah yang besar yang akan kita pahami di sini, dan kemudian juga nanti kita akan sampai pada sebuah percakapan tentang dua kebenaran, dan sekali lagi epistemologi akan menjadi inti dari percakapan itu. Dalam Buddhisme kita menerima, secara umum, persepsi dan kesimpulan sebagai apa yang valid (sesuai/relevan), tapi kemudian kapan persepsi kita valid? Dan kapan mereka tidak sah? Kapan kita bisa percaya apa yang kita lihat? Kapan kita bisa percaya apa yang kita pikirkan? Banyak dari hal tersebut yang akan kita bahas adalah itu.
Saya ingin mengatakan sedikit tentang bagaimana tradisi filosofis Buddhis dan Barat benar-benar memiliki banyak kesamaan. Jika Anda memiliki kesempatan, salah satu pra-pembacaan yang saya sarankan adalah A History of Western Philosophy dari Bertrand Russell. Ini adalah buku yang bagus, dan dalam bab perkenalannya, dia berbicara tentang dua cara berpikir utama tentang kebenaran atau pengetahuan, setidaknya dalam tradisi Barat. Pertama kita memiliki pengetahuan pasti, yang dalam tradisi Buddhis kita sebut kognisi yang valid, dan di Barat itu adalah sains (ilmu pengetahuan). Bila kita memiliki bukti bagus, kita punya fakta, kita bisa melihat ada sesuatu disitu karena kita bisa mengujinya. Dan kemudian pada ekstrem yang lain, kita memiliki dogma tentang apa yang melampaui pengetahuan pasti. Secara tradisional ini telah menjadi wilayah agama, yang tidak bisa berfungsi dengan bukti. Dan orang sering bertanya, apakah agama Buddha adalah agama? Apakah itu sebuah filosofi? Dimana tempatnya? Beberapa bahkan hingga saat ini akan mengatakan, Apakah itu sains? Bagi Anda yang membaca pra-membaca Donald Lopez, ada pertanyaan menarik di sana. Seberapa besar seharusnya Buddhisme dipikirkan dalam istilah ilmiah?
Bertrand Russell mengatakan antara sains dan dogma, sebenarnya ada zona abu-abu, sebuah ‘Tanah Tanpa Penghuni’ dimana sains tidak dapat memberi kita jawaban. Dan di mana, dalam kata-katanya, “jawaban para teolog yang percaya diri tidak lagi terasa begitu meyakinkan.” Dan dia mencantumkan banyak pertanyaan filosofis klasik, salah satu pertanyaan yang relevan bagi kita adalah:
Apakah ada cara hidup yang mulia dan yang lain adalah dasar? Atau apakah semua cara hidup hanya sia-sia belaka? Dan jika ada cara hidup yang mulia, dalam bentuk apa itu? Bagaimana kita dapat mencapainya?
Juga misalnya:
Haruskah yang baik menjadi abadi agar layak dihargai? Atau apakah layak dicoba bahkan jika alam semesta tak terelakkan bergerak menuju kematian?
Apakah ada yang namanya kebijaksanaan, atau apakah itu yang tampaknya seperti penyempurnaan yang mutlak dari kebodohan?
Ini adalah pertanyaan klasik. Satu lagi yang saya sukai berasal dari Socrates, yang mengajukan pertanyaan yang seharusnya menarik perhatian bagi semua calon Bodhisattva: “Apa yang baik untuk sebuah kota dan untuk orangnya itu?”
Filsafat / Filosofi dalam Buddhisme
Sebagai Buddhis kita juga bertanya kepada diri kita sendiri pertanyaan-pertanyaan ini. Kita ingin melakukan apa yang baik. Jalan ruas delapan disebut “Mulia”, jalan bagi Orang-orang Mulia. Jadi sama seperti orang Yunani kuno, kita ingin hidup di sisi yang mulia daripada tidak mulia. Demikian juga, sebagai Buddhis Mahayana, aspirasi kita adalah bodhicitta. Kita menginginkan kedua manfaat yang relatif dan yang tertinggi bagi semua makhluk. Tapi apa itu yang baik? Bagaimana kita bisa tahu? Dan ketika kita memikirkan Jalan Mulia Berunsur Delapan yang telah di ajarkan pada kita, bagaimana kita tahu bahwa itu adalah benar?
Dalam Buddhisme kita tidak ingin masuk ke spekulasi filosofis umum atau metafisika. Dan lagi Sang Buddha terkenal telah berdiskusi dengan Malunkyaputta yang mengajukan sepuluh pertanyaan tentang metafisika, seperti apakah alam semesta (1) abadi atau (2) tidak? Apakah (3) terbatas atau (4) tak terbatas? Apakah jiwa (5) sama dengan tubuh atau (6) terpisah? Apakah Sang Tathagata (7) ada setelah kematian (8) atau tidak, atau (9) keduanya? Atau (10) tidak (contohnya apakah ie keduanya yaitu sama sekali tidak ada dan bukan tidak ada?) Dan di sini Sang Buddha menceritakan tentang seorang pria yang terluka oleh panah beracun, hanya untuk mengatakan bahwa saya tidak ingin berspekulasi. Saya tidak ingin meluangkan waktu untuk pertanyaan seperti ini. Beliau berkata:
“Misalkan Malunkyaputta seseorang terluka oleh panah beracun, dan teman-teman serta kerabatnya membawanya ke dokter bedah. Misalkan pria itu kemudian berkata: “Saya tidak akan membiarkan anak panah ini dibawa keluar sampai saya tahu siapa yang menembak saya; apakah dia seorang Ksatriya (kasta prajurit) atau seorang Brahmana (dari kasta imam) atau seorang Vaisya (dari perdagangan dan kasta pertanian) atau sebuah Sudra (dari kasta rendah); siapa namanya dan nama keluarganya; apakah dia tinggi, pendek, atau bertubuh sedang; apakah kulitnya hitam, coklat atau emas; dari desa, kabupaten atau kota mana dia berasal. Saya tidak akan membiarkan anak panah ini dibawa keluar sampai saya mengetahui jenis busur yang digunakan menembak saya ; jenis tali busur yang digunakan; jenis panah; bulu macam apa yang digunakan pada anak panah dan dengan bahan apa gunanya anak panah itu dibuat “. Malunkyaputta, orang itu akan mati tanpa mengetahui hal-hal ini. Meski begitu, Malunkyaputta, jika ada yang mengatakan “Saya tidak akan mengikuti kehidupan suci di bawah Yang Terberkahi sampai beliau menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah alam semesta itu abadi atau tidak, dll.”, Ia akan mati dengan pertanyaan-pertanyaan yang belum sempat terjawab oleh Sang Tathagata “
Jadi adalah sangat penting bila kita memikirkan filsafat agar tetap fokus pada jenis pertanyaan apa yang akan membawa kita pada pembebasan, bukan sekadar spekulasi umum.
Dan dalam Buddhisme kita tahu apa yang kita minati. Kita dapat kembali ke Empat Kebenaran Mulia: penderitaan, asal mula penderitaan, penghentian, dan jalan. Dan khususnya kebenaran yang ke-dua, asal mula penderitaan. Kita tahu asal mula penderitaan adalah keinginan, tapi apa yang melandasi keinginan itu? Kita tahu itu berlandaskan pada diri sendiri, pada kemelekatan-diri, tapi apakah kita benar-benar mengerti itu? Hal itu akan menjadi inti dari penyelidikan kita. Dan kita akan sampai pada kesimpulan bahwa kemelekatan-diri didasarkan pada pandangan tentang diri yang keliru. Ini bukan tentang menyangkal diri. Ini bukan tentang memiliki diri sejati yang entah mengapa kita harus di hukum seperti para pertapa Hindu purba, tapi itu hanya sebuah kesalahan.
Satu hal lain yang ingin saya katakan adalah ketika Rinpoche berbicara tentang mengapa kita harus mempelajari Madhyamaka, beliau mengatakan bahwa sangat penting juga untuk memiliki pagar pembatas untuk latihan kita. Beberapa alasan.
Pertama, adalah bagus untuk memiliki devosi, memiliki inspirasi, dan kita harus selalu berusaha terinspirasi oleh latihan kita. Tapi seperti kata Rinpoche, emosi bisa berubah-ubah. Kita mungkin merasa hebat pada suatu hari, tapi mungkin setelah beberapa minggu kita tidak ingin berlatih lagi. Kita kehilangan inspirasi kita. Jadi pada saat seperti itu kita butuh sesuatu yang memungkinkan kita untuk tetap mengikuti kursus. Kita butuh beberapa pagar pembatas. Kita butuh Pandangan.
Dan seperti yang dikatakan Rinpoche, tahap awal pengenalan Dharma ke dunia modern, ke Barat, sekarang mereka berakhir. Dharma berada dalam lingkungan yang sangat berbeda dan sangat kompleks. Ada banyak sekolah yang berbeda yang diajarkan bersamaan di Barat. Dan pada saat yang sama, Dharma menghadapi psikologi Barat, dan bantuan-diri sendiri, dan semua jenis teori New Age. Dan bahkan di Barat sekarang, orang menafsirkan ulang Dharma dan bertanya apa itu Buddhisme sekuler? Apakah kita perlu memperbarui ajaran Buddha untuk dunia modern? Seperti kata Rinpoche, sangat sulit untuk mengetahui apa yang harus kita percayai. Bagaimana kita tahu apa itu jalan yang otentik? Untuk semua inilah kita butuh pandangan (pemahaman).
Pandangan / Pemahaman
Sekarang mari kita bicara sedikit tentang pandangan. Saya ingin di sesi pertama ini untuk berbicara tentang apa itu pandangan dan mengapa hal itu sangat penting. Pertama-tama, apa itu pandangan? Pandangan pada dasarnya adalah cara melihat dunia, sebuah cerita, sebuah pola pikir, seperangkat asumsi, sebuah perspektif mungkin. Mungkin sebuah teori, mungkin sebuah cerita yang kita ceritakan. Ada beberapa contoh klasik. Ular versus tali. Kita mungkin melihat tali bergaris tergeletak di lantai, tapi mungkin kita tidak mengetahuinya. Mungkin ruangannya gelap. Mungkin itu redup. Mungkin kita sedikit penakut. Dan kita mungkin salah menafsirkannya. Pandangan kita memungkinkan bahwa hal yang sebenarnya adalah sebuah tali ini, kita salah tafsirkan sebagai seekor ular. Dan karena pandangan salah kita, kita bereaksi. Kita menjadi emosional, mungkin kita keluar ruangan menjerit. Dan baru kemudian ketika kita menyalakan lampu kita melihat bahwa sebenarnya kita salah. Itu adalah contohnya. Sebuah pandangan kemudian, dalam hal ini pandangan bahwa ular itu ada padahal sebenarnya itu adalah tali, mengarah ke perilaku kita. Jadi pandangan kita, pola pikir kita, mengarah pada perilaku kita.
Contoh lain yang sering digunakan Rinpoche adalah orang-orang yang bertanya-tanya apa artinya tampil indah. Jadi mungkin mereka membaca majalah tentang keindahan. Mungkin mereka membaca Vogue, dan mereka menghabiskan waktu untuk mempelajari dan merenungkan semua artikel, semua gambar, sampai ada semacam pandangan yang sekarang ada dalam pikiran mereka tentang apa artinya keindahan. Dan kemudian mereka terlibat dalam semua tindakan yang akan membuat mereka terlihat seperti visi mereka tentang keindahan. Sekali lagi, cara kerjanya – cara kerja semua hal – adalah bahwa kita memulainya dengan sebuah pandangan, entah kita mengetahui kalau kita memilikinya atau tidak. Kita memiliki pandangan, dan tindakan kita berasal dari pandangan kita. Bahkan dalam psikologi Barat, gagasan ini sangat familiar, dan sebagian besar pendekatan kognitif dalam psikologi didasarkan pada hal ini. Bahkan Freud pun berbicara tentang gunung es itu. Dia akan mengatakan bahwa Anda bisa memikirkan orang seperti gunung es di mana Anda melihat sedikit di permukaan, yang merupakan bagian yang benar-benar kita lihat – perilaku kita – tapi ada banyak hal yang terjadi di sebelah dalam, baik yang kita sadari dan yang kita tidak sadari. Definisi kamus tentang pandangan adalah:Pandangan : Cara tertentu untuk mempertimbangkan atau berkenaan dengan sesuatu ; sikap atau pendapat (“pandangan politik yang kuat”).
Sinonim: pendapat, sudut pandang, poin melihat, kepercayaan, penilaian, pemikiran, gagasan, ide, keyakinan, persuasi, sikap, perasaan, sentimen, konsep, hipotesis, teori
Pandangan dalam Buddhisme / Pemahaman dalam Buddhisme
Ada banyak pandangan yang kita miliki di dunia relatif, seperti contoh ular dan tali, dan mungkin contoh tentang keindahan. Tapi sebagai Buddhis, pandangan yang benar-benar kita pedulikan adalah pandangan tentang diri sendiri karena seperti yang kita katakan beberapa saat yang lalu, itulah akar dari samsara. Karena kita memiliki pandangan bahwa diri kita itu nyata, entah bagaimana itu ‘benar’, hal itu adalah titik acuan terpenting dalam hidup kita, kita kemudian membangun gagasan tentang ‘saya’, ‘milikku’, subjektivitas dan objektivitas. Dan kemudian kita terjebak dalam dua belas rantai originasi saling tergantung, dengan harapan dan ketakutan, dan kemudian kita menderita. Jadi pandangan, dalam hal ini pandangan atas ketidaktahuan – berpikir bahwa diri itu ada – hal ini yang mendorong segala sesuatu lainnya dan memunculkan tindakan kita. Dan pada akhirnya, menurut tradisi, hal ini juga yang mendorong kelahiran kembali kita di samsara. Jadi inilah yang harus kita cabut.
Pada tingkat yang lebih relatif, Rinpoche sering menggunakan contoh Bagaimana kita tahu jika kita benar-benar membuat kemajuan dalam realisasi atas pandangan kita? Beliau berbicara tentang Delapan Dharma Dunia (Delapan Dharma Samsarik), dan ini adalah:• harapan untuk kebahagiaan / ketakutan akan penderitaan,
• harapan untuk ketenaran / ketakutan akan keremehan (tidak penting, tidak dikenal)
• berharap untuk pujian / takut disalahkan,
• harapan untuk mendapatkan / takut kehilangan.
Pada dasarnya, ini adalah keterikatan dan keengganan. Bagi sebagian besar dari kita, saat ini ekstrem tersebut terasa sangat berjauhan satu sama lain. Kita benar-benar berlari menuju kebahagiaan dan menjauhi penderitaan, kita sangat berharap mendapatkan keuntungan dan lari dari kerugian. Dan sejauh kita bisa mulai “menyama-ratakan” hal-hal tersebut, seperti yang dikatakan Rinpoche, itu adalah pertanda bahwa pandangan kita menjadi lebih menyatu, lebih terinternalisasi.
Itulah pandangan yang paling mendasar, yang akan kita temukan di semua sekolah Buddhis termasuk Shravakayana dan Theravada, namun di Madhyamaka kita tidak hanya melampaui pandangan diri sendiri, tapi juga pandangan lain, setiap pandangan yang kita miliki tentang fenomena. Sekali lagi, kembali ke pandangan tentang apa arti keindahan? Apa arti kesuksesan? Apa artinya melakukan banyak hal yang kita lakukan dalam hidup? Kita memiliki banyak pandangan tentang itu. Dan kita ingin mengerti, kita ingin menunjukkan – kita akan menunjukkan – bahwa semua pandangan tentang fenomena ini juga tanpa esensi, tanpa dasar. Nah, itu bukan berarti mereka tidak begitu nyata bagi kita. Itu tidak berarti menyatakan bahwa mereka tidak mendorong kita, tapi hanya untuk mengatakan bahwa mereka itu tidaklah substansial (memiliki substansi).
Asal dari pandangan kita
Dan jika Anda bertanya pada diri sendiri di mana saya bisa belajar hal-hal ini, dari mana saya bisa mempelajari ide keindahan saya? Dari mana saya bisa mempelajari gagasan tentang untuk menjadi sukses dalam hidup? Di mana saya belajar bagaimana rasanya menjadi teman baik, atau orang tua yang baik, atau anak yang baik? Bagi banyak dari kita, pandangan ini berasal dari tempat yang tidak pernah kita pikirkan benar-benar, dari keluarga kita, mulai dari masa kecil, dari pendidikan kita, dari masyarakat kita, dari teman kita di Facebook mungkin. Kita tidak harus menganalisisnya. Kita bahkan tidak tahu kita memiliki pandangan ini, tapi bagaimanapun juga hal itu mempengaruhi kita.
Untuk menawarkan kutipan lain dari Bertrand Russell, dia berkata:
Sejak manusia menjadi bisa untuk berspekulasi bebas, tindakan mereka, dalam hal-hal penting yang tak terhitung banyaknya, telah bergantung pada teori mereka tentang dunia dan kehidupan manusia, tentang apa yang baik dan apa yang jahat. Ini sama benarnya di hari sekarang dengan hari-hari sebelumnya. Untuk memahami sebuah peradaban atau bangsa, kita harus memahami filosofinya, dan untuk memahami filosofinya, kita harus menjadi filsuf dengan derajat kefilosofian tertentu. Di sinilah sebab akibat yang timbal balik: keadaan kehidupan manusia banyak menentukan filosofi mereka, namun, sebaliknya, filosofi mereka banyak menentukan keadaan mereka.
Banyak dari apa yang akan kita periksa adalah memahami dari mana pandangan kita berasal, dan belajar untuk memperlakukan pandangan kita dengan lebih ringan. Belajar melihat bahwa mereka tidaklah sekuat yang kita duga. Kembali ke anak dengan istana pasir, mungkin anak itu berpegangan pada istana pasir dengan pandangan yang sangat solid tentang apa yang ingin dia bangun dan bagaimana penampilannya, tapi saat kita dewasa, kita telah belajar melepaskan hal itu sedikit.
Pandangan yang menyimpang dan peta yang tidak akurat
Dan juga akan membantu kita untuk memahami sedikit tentang di mana pandangan kita terdistorsi. Di mana pandangan kita salah? Di mana peta dunia kita tidak lengkap? Saya suka melihat peta abad pertengahan sejak awal eksplorasi pada abad ke-15 dan ke-16, dan Anda akan sering melihat peta di sudut pojok pembuat peta, penjelajah, tidak yakin apa yang terjadi di sana dan telah menulis “Disinilah ada para naga”. Sebenarnya di Roma kuno mereka memiliki hal yang sama dengan pembuat peta Romawi, kecuali di sana mereka menulis “Disinilah ada para Singa”. Saya menyukai gagasan bahwa ketika kita menghadapi sesuatu yang tidak kita yakini, ketika kita tidak benar-benar mengerti apa yang sedang terjadi, kita akan sering merasa takut. Kita akan sering panik saja. Sebagian besar dari apa yang akan kita pelajari selama beberapa minggu mendatang bukanlah sekadar membangun pandangan yang benar, tapi juga memahami semua cara di mana pandangan kita terdistorsi, tidak lengkap, dan salah. Memang, cara Chandrakirti membedakan Madhyamakavatara-nya (Introduction to the Middle Way) adalah melalui semua cara pandangan kita dapat saja salah, dan kemudian dengan proses eliminasi kita berakhir dengan pandangan yang benar – pandangan tentang Jalan Tengah.
Pandangan dan latihan (praktik)
Jadi sekarang kita sampai pada hubungan atas pandangan dan latihan. Rinpoche sering berbicara tentang pandangan, meditasi dan tindakan atau perilaku, dan bagaimana ketiga hal ini semuanya terkait. Dan ya, seperti yang telah kita lihat, pandangan kita memang menentukan tindakan kita. Meskipun seperti kata Rinpoche, bagi sebagian dari kita, ini juga berjalan sebaliknya. Sewaktu kita terlibat dalam praktik, kita mungkin tidak harus memulai dengan pandangan, tapi melalui latihan kita, kita akan mulai memiliki wawasan tentang sifat alami dari fenomena dan sifat alami dari diri kita, dan kemudian latihan kita dapat membawa kita pada pandangan kita. Anda mungkin tahu bahwa dalam Buddhisme Tibet, kata untuk latihan atau meditasi adalah gom (Wyl: sgom / སྒོམ), yang berarti sesuatu seperti ‘familiarisasi’. Jadi apa artinya itu sebenarnya? Bagaimana kita bisa mengerti itu?
Untuk ini, saya ingin memperkenalkan pembedaan oleh seorang profesor Harvard, Chris Argyris, yang biasa mengajar di Harvard Business School. Dia membedakan antara apa yang kita yakini – apa yang dia sebut ‘Teori Pendukung’ kita – dan apa yang sebenarnya mendorong tindakan kita, yang ia sebut ‘Teori-diGunakan’ kita. Mari kita ambil contoh. Kita mungkin misalnya mengatakan, “Saya tahu merokok itu buruk. Saya pikir orang seharusnya tidak merokok. Kurasa seharusnya aku tidak merokok.” Jadi itu mungkin Teori Pendukung-Ku, tapi bagaimanapun aku masih bisa merokok. Jadi, perilaku saya yang sebenarnya tidak sesuai dengan Teori Pendukung saya. Teori-diGunakan dan Teori Pendukung saya tidak cocok. Jadi ada dua pandangan berbeda yang sedang kita bicarakan di sini. Ada pandangan bahwa kita bercita-cita untuk maju, menyadari, dan kemudian ada pandangan yang saat ini mengendalikan apa yang kita lakukan.
Dan hal yang sama juga berlaku untuk Buddhisme. Jalan, latihan, adalah tentang menutup kesenjangan antara pandangan yang akan kita bangun dan pandangan kita saat ini yang mendorong tindakan kita saat ini. Dalam tradisi yang kita bicarakan dulu tentang ‘menetapkan pandangan’, yang dalam bahasa Argyris muncul dengan Teori Pendukung. Dalam hal ini, pandangan adalah nondualitas – kekosongan dari diri seseorang dan dari fenomena. Tapi bagi kebanyakan dari kita, bahkan setelah kita menghabiskan delapan minggu untuk membangun pandangan dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu memang benar, bahwa itu memang baik, bahwa apa yang master kita katakan kepada kita masuk akal, kemudian kita masih harus berlatih. Kita harus bekerja dengan pandangan itu sampai meresap, sampai teori inilah yang benar-benar mendorong perilaku kita sehari-hari.
Praktik yang disengaja
Dalam psikologi barat modern, kami telah menemukan gagasan tentang latihan ‘10.000 jam ‘. Itulah yang dibutuhkan untuk mencapai penguasaan / master, untuk benar-benar menginternalisasi dan mencapai penguasaan atas pandangan dan latihan. Perbedaan penting di sini adalah bahwa jika, misalnya, Anda ingin menjadi pemain tenis yang baik, atau pemain catur yang baik, atau pemusik yang baik, jika Anda melihat para elit dalam semua usaha yang berbeda ini, mereka menghabiskan banyak waktu berlatih. Namun yang terpenting adalah praktik mereka adalah ‘praktik yang disengaja’, yang merupakan istilah yang diperkenalkan oleh psikolog Anders Ericsson. Disini ‘disengaja’ berarti kita tidak hanya main-main di lapangan tenis dengan mengetuk bola bolak-balik. Kita benar-benar merasa sangat berhati-hati dalam mengerjakan backhand kita, atau mengerjakan forehand kita, melatih teknik yang benar. Kita mempraktikkan pandangan yang benar tentang bagaimana kita ingin menerima atau memukul bola. Karena bukan latihan yang membuat sempurna, adalah latihan sempurna yang membuat sempurna.
Ketika sampai pada praktik Buddhis kita, hal yang sama juga terjadi. Penting bagi kita untuk mencoba, jika kita bisa, untuk mendasarkan praktik kita pada pandangan, karena jika kita berlatih tanpa pandangan maka itu seperti petenis yang baru saja mengetuk bola di sekitar lapangan. Dan akan sulit untuk benar-benar menguasai permainan kita. Saya akan mendorong kita untuk mempertimbangkan bahwa ini mungkin topik yang ingin kita renungkan. Sewaktu Anda memikirkan praktik Anda saat ini, saat Anda memikirkan tindakan dan perilaku Anda di dunia, dan kemudian Anda bertanya pada diri sendiri – Apa yang mendorong apa yang saya lakukan? Apa yang mendorong cara saya memikirkan latihan saya? Bagaimana saya mendekatinya? Apa pandangan saya dalam kenyataannya? Apa Teori-diGunakan saya, dan bagaimana itu berbeda dari pandangan atas kekosongan? Dan dengan setiap latihan, entah itu berlindung, berlatih bodhicitta, ngöndro, perhatian penuh, atau praktik Vajrayana – semua ini, bagaimanapun, kita perlu mendasarkan pada pandangan atas kekosongan.
Pencerahan adalah realisasi dari pandangan
Jadi itu adalah ringkasan dari pandangan secara umum. Mengapa pandangan itu penting? Karena pandangan kita mendorong tindakan kita, dan akhirnya kita tidak akan mengubah tindakan kita kecuali jika kita mengubah pandangan kita. Pandangan menggerakkan segalanya. Seperti yang dikatakan Rinpoche, inilah dasarnya. Dengan kata lain, beliau akan mengatakan cara lain untuk berbicara tentang mencapai pencerahan adalah dengan mewujudkan pandangan tersebut. Secara berbeda, saat di mana tidak ada lagi kesenjangan antara Teori Pendukung dan Teori-diGunakan- pandangan kita sekarang sepenuhnya terwujud. Ini benar-benar diinternalisasi. Artinya, secara praktis, cara lain untuk berbicara tentang apa itu pencerahan. Jadi, pandangan bahwa kita akan membicarakannya selama delapan minggu ke depan, ini sangat relevan – relevan secara langsung – dengan pencerahan itu sendiri.
Dan kabar baiknya adalah seolah-olah kita harus seperti dokter bedah yang mempelajari semua rincian anatomi, atau seorang pengacara yang mempelajari semua rincian hukum. Hanya ada satu hal yang perlu kita pahami, yaitu pandangan tentang kekosongan atau nondualitas, pandangan Jalan Tengah. Tapi tentu saja meski kedengarannya sangat sederhana, sebenarnya ini adalah hal yang paling sulit, karena sangat bertentangan dengan kebiasaan kita dan kebiasaan masyarakat.
Pandangan dalam ajaran Sang Buddha
Jika Anda telah membaca buku pertama Rinpoche, What Makes You Not A Buddhist, Anda akan tahu bahwa beliau menentukan pandangan di sana dalam konteks Empat Segel, yang merupakan versi Mahayana dari Tiga Tanda Keberadaan: dukkha (tidak memuaskan), anicca (ketidakkekalan) dan anatta (ketanpa-dirian). Dan segel keempat menambahkan bahwa nirwana melampaui dualitas atau dualistis ekstreme. Tiga atau empat segel ini menunjukkan ekspresi paling sederhana dari pandangan, dan khususnya kita akan berfokus pada segel atau tanda non-diri, yang merupakan dasar bagi semua sekolah Buddhis. Dalam delapan minggu ini kita akan mengeksplorasi apa arti non-diri? Bagaimana kita bisa memahaminya dan menerapkannya dalam latihan kita dan dalam kehidupan kita sehari-hari?
Dalam hal bagaimana ini sesuai dengan siklus pengajaran Buddha, Anda mungkin terbiasa dengan gagasan bahwa Buddha mengajarkan Tiga Pemutaran dari Roda Dharma:
- Pemutaran Pertama ada di Taman Rusa (Deer Park), kepada pendengar shravaka, dan beliau mengajarkan Empat Kebenaran Mulia dan seluruh Tripitaka.
- Pemutaran Kedua ada di Puncak Gunung Hering (Vulture Peak Mountain), ke khalayak campuran dari bodhisattva dan arhat, dan disitulah beliau mengajarkan kekosongan. Jadi Madhyamaka adalah ajaran di Pemutaran Kedua, yang juga mencakup Prajñaparamita, Sutra Hati, dan semua karya Nagarjuna dan tradisi Madhyamaka lainnya.
- Pemutaran Ketiga diajarkan di Shravasti dan tempat-tempat lain, kepada audiensi bodhisattva, di mana beliau memberi ajaran mengenai Sifat alami keBuddhaan yang sekarang terkait dengan tradisi Maitreya.
Kekosongan dan sifat ke-Buddha-an
Pertanyaan lain yang juga akan kita hadapi dalam minggu-minggu depan adalah bagaimana memahami mana dari Pemutaran ini yang merupakan pengajaran definitif dari Buddha, dan yang mana yang hanya sementara. Misalnya, seperti yang dikatakan Rinpoche, dalam beberapa ajarannya, Sang Buddha mengatakan hal-hal seperti “Di salah satu kehidupan masa lalu saya, ketika saya adalah binatang …”, dan dia akan menggunakannya untuk menceritakan sebuah kisah, yang menunjukkan bahwa sebenarnya ada diri sejati di masa lalunya. Dan itu akan dianggap sebagai ajaran sementara, karena dalam Pemutaran Kedua kita belajar bahwa diri itu tidak benar-benar ada. Sekarang perdebatan terjadi antara Pemutaran Kedua dan Pemutaran Ketiga dalam hal bagaimana memahami hubungan antara kekosongan dan sifat alami ke-Buddha-an. Seperti yang kita lihat di awal dengan kutipan dari Sutra Vajracchedika (Sutra Intan), bahkan di sana Buddha berkata, “Tidak ada Buddha.” Jadi bagaimana kita bisa memahami semua ajaran ini?
Dan pertanyaan tentang kekosongan dan sifat alami ke-Buddha-an ini sangat penting karena seperti yang sering dikatakan Rinpoche, jika kita salah memahami ajaran sifat alami ke-Buddha-an, sangat mudah bagi kita untuk terselip ke pandangan yang mirip dengan pandangan Hindu tentang semacam diri universal atau jiwa kosmis universal atau roh atau kesadaran, yang sangat mirip dengan Atman. Dan itu sebenarnya salah satu lawan kita, yang akan kita coba kalahkan. Jadi kita akan melihat sedikit tentang bagaimana berbagai sekolah memahami Tiga Pemutaran ini dengan cara yang berbeda, dan mengeksplorasi apa yang dapat kita pelajari darinya.
Mengapa disebut Jalan Tengah?
Beberapa dari Anda mungkin bertanya-tanya mengapa disebut Jalan Tengah. Ada dua cara untuk memikirkan hal ini. Pemahaman asli yang berasal dari Shravakayana adalah bahwa Buddha mengajarkan Jalan Tengah di antara ekstrem kesenangan dan terjebak dalam kesenangan duniawi, dan kemudian asketisme atau penghinaan diri sendiri. Seperti yang mungkin Anda ketahui dari kisah hidup-Nya, sebelum mencapai pencerahan, guru pertama yang beliau ikuti (termasuk Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta), adalah guru pertapa dalam tradisi lama India. Praktik mereka mencakup banyak kelaparan dan retret meditasi yang panjang yang bertujuan hampir ‘mengalahkan’ diri dengan membuatnya kelaparan, sedikit seperti beberapa pandangan tentang Kekristenan abad pertengahan. Dan beliau menyadari bahwa pendekatan ini tidak akan membawanya ke pencerahan. Itu bukan jalannya.
Dan kita masih berpegang pada pandangan itu, namun di sisi Madhyamaka, pandangan Jalan Tengah juga dipahami untuk menghindari pandangan ekstrem. Jadi apa itu pandangan yang ekstrem? Ini adalah eternalisme atau nihilisme. Kita akan belajar banyak tentang apa arti istilah ini – eternalisme pada dasarnya mengatakan bahwa sesuatu itu sungguh ada, misalnya keberadaan diri, keberadaan fenomena, keberadaan yang sungguh dari istana pasir – dan nihilisme sama sekali tidak ada yang ada, tidak ada yang penting, siapa yang peduli? Seperti yang Rinpoche katakan, itulah pandangan yang terkadang disalahpahami seperti yang dikatakan oleh para eksistensialis Perancis.
Adalah penting untuk dipahami bahwa ketika kita mengatakan ‘Tengah’, tengah bukanlah semacam rata-rata antara baik dan buruk. Ini sebenarnya benar-benar melampaui hal ekstrem tadi. Jadi ketika kita berbicara tentang Jalan Tengah, itu bukanlah suatu hari kita berbuat baik, beberapa hari kita berbuat buruk, dan kita secara rata-rata telah menjalani hidup kita. Ini adalah belajar bagaimana kita melampaui semua gagasan ‘baik’ dan ‘buruk’ sejak dari awalnya mulanya. Apa artinya? Bagaimana itu terlihat?
Mengambil akuntabilitas untuk pandangan dan praktik seseorang
Saya juga ingin berbicara sedikit tentang pentingnya membangun pandangan untuk diri kita sendiri. Banyak ajaran dalam sutta Pali mengemukakan ide untuk mengambil tanggung jawab dan pertanggungjawaban pribadi untuk jalan seseorang. Buddha berkata:Seseorang adalah tempat perlindungan bagi dirinya sendiri, siapa lagi yang bisa menjadi tempat perlindungannya?
[Dhp, XII 4] Anda harus melakukan pekerjaan Anda, karena Tathagata hanya mengajarkan jalannya.
[Dhp, XX 4]
Jadi ini kurang lebih mengatakan bahwa tidak ada orang lain yang dapat membebaskan kita. Kita harus membebaskan diri kita sendiri. Tapi dengan berbuat demikian, kita juga perlu mengembangkan kesadaran dan pemahaman tentang pandangan yang kita jadikan landasan. Kita perlu mengambil tanggung jawab pribadi untuk pandangan kita sama seperti tindakan kita. Ada sutta terkenal lainnya, Kalama Sutta, di mana orang-orang dari klan Kalamas bertanya kepada Buddha, “Bagaimana kita harus bergantung pada ajaran Anda?” Beliau menjawab:Jangan dipimpin oleh laporan atau tradisi atau kabar angin. Jangan dipimpin oleh otoritas teks agama, atau dengan logika atau kesimpulan, atau dengan mempertimbangkan penampilan, atau karena kegembiraan dalam opini spekulatif, atau oleh kemungkinan yang tampak atau oleh gagasan ‘Inilah guru kita’. Tetapi O kaum Kalama, jika kamu mengetahui oleh dirimu sendiri, bahwa ada hal-hal yang tidak baik dan salah dan buruk, maka lepaskanlah mereka, dan jika kamu mengetahui oleh dirimu sendiri, bahwa ada hal-hal yang patut dan baik, maka terimalah dan ikutilah mereka.
[AN 3.65]
Gagasannya di sini adalah bahwa kita tidak mendekati Madhyamaka hanya sebagai semacam instruksi, semacam teks suci yang menurut kita harus mengikuti serangkaian perintah. Ajaran-ajaran ini sangat penting untuk diuji dan kemudian diinternalisasi, terus berlatih sampai kita menyadari esensi mereka. Inilah ucapan terkenal lainnya dari Buddha:Jangan menerima sedikitpun kata-kata dari saya berdasarkan keyakinan,
Mempercayainya hanya karena saya yang mengatakannya.
Jadilah seperti seorang analis yang membeli emas, yang memotong, membakar,
Dan kritis memeriksa produknya untuk keasliannya.
Hanya terimalah yang sudah lolos pengujian
Dengan membuktikannya bermanfaat dan menguntungkan dalam hidup Anda.
Dan ada pengajaran lain yang disebut Empat Relasi yang mendukung hal ini:Bergantunglah pada ajaran, bukan pada orangnya;
Bergantunglah pada maknanya, bukan pada kata-katanya;
Bergantunglah pada makna definitif, bukan pada sementara;
Bergantunglah pada kebijaksanaan batin Anda, bukan pada pikiran biasa Anda.
Ini adalah cara lain untuk mengatakan bahwa kita benar-benar harus bercita-cita (beraspirasi) dan berusaha keras untuk memahami dan menginternalisasi pandangan untuk diri kita sendiri. Karena ketika kita melewati hari demi hari kehidupan kita, atau saat kita duduk dan melakukan latihan, kita tidak dapat terus mempertanyakan ajaran atau membaca buku untuk menemukan jawaban. Kita perlu tahu saat itu juga, pada saat ini, apa yang akan kita lakukan? Dan bagi kita untuk mengetahui hal itu, kita perlu menginternalisasikan pandangan kita. Kita perlu membawanya bersama kita sepanjang waktu. Itu perlu menjadi milik kita. Bukan pandangan orang lain. Bukan sesuatu yang kita dengar. Bukan hanya sesuatu yang telah kita baca, atau bahwa kita telah diajarkan. Tapi sebuah pandangan yang sudah kita internalisasi. Jadi saya sangat ingin mendorong Anda untuk mendekati studi ini dan ajaran-ajaran ini dengan cara seperti itu.
Tidak melekat pada Pandangan
Tapi pada saat yang sama, Buddha juga mengatakan bahwa kita tidak dapat bergantung terhadap ajaran-ajaran ini. Ya, kita harus menginternalisasi nya, tapi hal itupun adalah sesuatu yang akan kita lepaskan. Dia membicarakan hal ini:O bhikkhu, bahkan pandangan ini, yang sangat murni dan sangat jelas, jika Anda melekat padanya, jika Anda memujanya, jika Anda menghargainya, jika Anda terikat padanya, maka Anda tidak mengerti bahwa ajaran itu serupa dengan rakit, yang digunakan untuk menyeberang, dan bukan untuk mendapatkan pegangan.
[MN 22.13]
Adalah sama saja disini dengan ajaran Madhyamaka. Kita ingin menyelami ajaran-ajaran ini sebagai suatu cara untuk membawa kita ke sisi lain, bukan agar kita bisa membangun beberapa filosofi yang kompleks dari diri kita sendiri. Dan memang, saat kita melalui ajaran-ajaran ini, kita akan menyadari bahwa banyak dari apa yang dikatakan teks tersebut kepada kita adalah bahwa membangun pandangan bukanlah tentang membangun sesuatu yang baru, tapi tentang mendekonstruksi kebingungan dan pandangan salah kita.
Dan hal ini berlaku bahkan untuk rasionalitas itu sendiri. Rinpoche sering berbicara tentang perjalanan dari irasional ke rasional ke luar-rasional (melampaui rasional). Ya, kita tahu kita tidak ingin bergantung pada keyakinan irasional, kebingungan dan pandangan salah. Jadi, ya, kita akan menggunakan rasionalitas dari kajian Madhyamaka ini, logika ini, dan analisis ini untuk menolak dan mengalahkan semua pandangan bingung dan salah kita. Tapi pendekatan itu sendiri – logis dan rasionalitas – itu hanyalah rakit yang digunakan untuk bisa menyeberangi sungai. Karena ke mana kita pergi, seperti yang Anda lihat di beberapa kutipan awal tentang nondualitas dari Sutra Hati dan Sutra Vajracchedika, adalah untuk berada di luar rasionalitas. Ini adalah melampaui pemikiran. Itu melampaui kata-kata dan percakapan dan bahasa.
Namun pada saat bersamaan, kita tidak akan jatuh ke dalam irasionalitas. Sebaliknya, dengan cara yang sama kita akan belajar melampaui semua ekstrim dualistis lainnya, kita akan melampaui baik irasionalitas dan rasionalitas untuk sampai kepada pemahaman inti. Jadi, perjalanan ini terkadang akan sedikit membingungkan, karena kita akan menghabiskan banyak waktu untuk membangun logika, dan penalaran, dan sanggahan kita, dan pada akhir dari irasionalitas dan rasionalitas kita keduanya kemudian akan larut.Saat dua gelembung bersatu, keduanya lenyap. Sebuah Bunga teratai bersemi.
– Kijo Murakami (1865-1938)
Praktiknya adalah 98% dari perjalanan
Rinpoche juga mengatakannya secara berbeda. Beliau bilang iya, pandangan itu penting – bangunlah dan pelajarilah. Kita membutuhkan nya. Ini adalah fondasi. Tapi kemudian beliau bilang jangan menipu diri sendiri – Anda tidak akan pergi ke mana pun hanya dengan membangun pandangan. Sebagian besar dari apa yang Anda butuhkan adalah latihan. 98% dari perjalanan kita adalah latihan. Tapi seperti yang telah kita katakan sebelumnya, praktik itu sendiri perlu didasarkan pada pandangan yang benar, karena jika tidak jalan Anda tidak akan membawa Anda ke arah yang baik.
Aspirasi saya untuk Anda semua adalah kita bisa belajar menginternalisasi Dharma. Untuk bisa berangkat dari memiliki otoritas eksternal – memiliki semua ajaran yang hidup di luar kita – untuk kemudian beralih ke memiliki otoritas batin, Madhyamaka sebelah dalam, nondualitas sebelah dalam yang dapat kita jadikan acuan dan dapat kita bawa bersama kita sepanjang waktu. Rinpoche sering bercanda dan berkata, bukankah akan sangat menyenangkan jika kita memiliki beberapa aturan sederhana dalam Buddhisme, seperti halnya beberapa agama lain. Misalnya berdoa lima kali sehari pada waktu-waktu tertentu, atau hanya memakai kaus kaki, atau tidak pernah makan kentang panggang. Atau semacam itu. Dan ya tentu saja, kita bisa memiliki aturan seperti itu dan peraturan itu memang mudah diikuti, tapi mudah-mudahan Anda bisa melihat bahwa pendekatan berbasis aturan sangat berbeda dengan apa yang kita lakukan di sini. Karena pandangan kita jauh lebih ekspansif (luas) dari itu. Kita tidak hanya menginginkan seperangkat aturan. Kita menginginkan pemahaman mendasar tentang diri sendiri, atau lebih pada tidak adanya eksistensi diri yang mutlak, yang kemudian akan membimbing semua tindakan kita.
Jadi, ini benar-benar aspirasi saya untuk Anda selama delapan minggu ke depan: untuk memahami pandangan, untuk memahami bagaimana menerapkannya dalam praktik Anda – tidak untuk memberikan Anda praktik baru, namun memberi Anda perspektif (cara pandang) baru tentang praktik Anda yang sudah ada. Dan kemudian memiliki pengertian tentang apa arti pandangan untuk bagaimana cara hidup di dunia – setelah-meditasi, pekerjaan, keluarga, hubungan. Dan pada tingkat emosional, bagaimana kita bisa membuat pandangan sebagai sahabat kita? Bagaimana kita bisa menjadi benar-benar percaya diri dalam pandangan dan menggunakannya sebagai pendamping, pemandu, pendukung – sesuatu yang benar-benar dapat kita percayai? Jadi benar-benar berteman dengan pandangan. Itu adalah aspek lain dari bagaimana saya ingin menerapkan hal ini.
Dan memang saya akan mengatakan bahwa ada banyak tantangan bagaimana Buddhisme telah disalahpahami di Barat adalah karena orang tidak berteman dengan pandangan. Mereka menganggapnya sebagai menakutkan. Mereka melihat para naga. Dan sebagai hasilnya, kita mendengar banyak ajaran yang tentang berjalan dengan pelan dan berbicara dengan lembut dan menjadi sadar – itu tidak benar-benar berdasar atas pandangan.
Jadi Terima kasih. Ini akan muncul di situs web, dan saya akan mendorong Anda untuk pergi ke sana untuk mendapatkan pengumuman dan segala hal lainnya, dan minggu depan kita akan melewati lima bab pertama dari Madhyamakavatara Chandrakirti (Introduction to the Middle Way). Saya mendorong Anda untuk membacanya terlebih dahulu jika Anda memiliki kesempatan, dan saya akan bertemu lagi dengan Anda minggu depan.
© Alex Li Trisoglio 2017
Diterjemahkan oleh Medya Silvita Lie